DESKRIPSI MATERI
PERTEMUAN KE- 1 : Pengantar PPh Pemotongan dan Pemungutan
Mata Kuliah : PPh Pemotongan dan Pemungutan
Dosen Pengampu: Wiwit Irawati, S.E.
PENGANTAR:
Mata Kuliah PPh Pemotongan dan Pemungutan membahas mengenai Pajak Penghasilan yang harus dipungut atau dipotong oleh pemungut atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak . Ini merupakan mekanisme pelunasan pajak yang terutang melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain atau sering disebut sebagai withholding tax.
Ruang lingkup mata kuliah PPh Pemotongan dan Pemungutan meliputi : PPh pasal PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 26, PPh final pasal 4 ayat (2) dan PPh pasal 15.
TUJUAN PERKULIAHAN:
Setelah mempelajari materi perkuliahan, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan dasar hukum , definisi, dan fungsi pemungutan pajak
2. Menjelaskan jenis-jenis sistem pemungutan pajak
3. Menjelaskan Prinsip Dasar Pemotongan dan Pemungutan PPh
4. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan withholding tax
URAIAN MATERI:
1.1 Dasar Hukum , Definisi, dan Fungsi Pemungutan Pajak.
1.1.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Dasar hukum Pemotongan dan Pemungutan Pajak dimulai dari Undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan diteruskan dengan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya seperti Peraturan Dirjen Pajak nomor PER - 32/PJ/2015 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, dan banyak lagi yang lainnya.
1.1.2 Definisi Pemungutan Pajak
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan dividen.
1.1.3 Fungsi Pemungutan Pajak
Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan penugasan dan tanggungjawab kepada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak. Dalam mekanisme witholding tax, pajak dipotong atau dipungut ketika penghasilan diterima oleh subjek pajak. Prinsip "pay as your earn" pajak dikenakan ketika penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
Pelaksanaannya mekanisme witholding tax system, melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pemotong dan pemungut pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk diberikan kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak yang terutang disebut sebagai pemotong pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk dan diberi kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak disebut sebagai pemungut pajak. Pemotong dan pemungut pajak termasuk sebagai wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang menyatakan, “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
Dalam sistem perpajakan self assessment, pemotong dan pemungut pajak pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menmotong dan memungut, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Mengingat fungsi yang strategis dari PPh Pemotongan dan pemungutan ini maka diperlukan penguasaan yang cukup oleh para aparat perpajakan agar bisa melaksanakan tugas dalam melakukan pelayanan, pembinaan dan pengawasan kepada wajib pajak terkait dengan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan. Modul ini disusun sebagai bahan ajar dan materi dalam mata diklat PPh Pemotongan dan Pemungutan pada Diklat Teknis Substantif Dasar I (DTSD I), yang bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta diklat mengenai PPh Pemotongan dan Pemungutan, dari sisi landasan hukum, tatacara perhitungan, tatacara pemotongan atau pemungutan, tatacara pelaporan dan hal-hal lain yang terkait dengan ketentuan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan.
1.2 Menjelaskan jenis-jenis sistem pemungutan pajak :
a. Official Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak. Sistem ini pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak langsung . Dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Dan dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jad waji pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan olek KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
b. Self Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan. Dalam sistem ini wajib pajak sifat aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri, sedangkan fiskus hanya memberi penerangan, atau sebagai verifikasi.
Sistem ini diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan mauoun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN.
Jiwa self assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP :
1) Setiap WP wajib membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP.
2) Jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Apabila Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Pada prinsip self assessment, beban pembuktian ada di pihak fiskus (Dirjen Pajak).
c. Withholding system
Yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak / fiskus ). Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Contoh : PPh 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 26,dan PPh pasal 4 Ayat (2).
Tabel Sistem Pemungutan Pajak :
1.3 Prinsip Dasar Pemotongan dan Pemungutan PPh
Pemotongan pajak dapat diartikan sebagai kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya. Pemungutan pajak berbeda dengan pemotongan. Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan. Misalnya pemungutan oleh bendaharawan pemerintah atas pengadaan barang. Secara mekanisme pemungutannya, lebih menyerupai pemotongan pajak, karena dilakukan oleh pihak pembayar. Dengan demikian pemungutan pajak dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) dengan cara pemotongan atas pembayaran yang dilakukan oleh pembeli barang, misalnya pemungutan PPh Pasal 22 bendaharawan dan BUMN/BUMD, PPh Pasal 22 atas pedagang pengumpul, dan (2) Pemungutan oleh pihak yang menjual barang atau yang memiliki otoritas mengeluarkan barang, misalnya PPh Pasal 22 atas penebusan DO Migas, penjualan semen, kertas, otomotif barang sangat mewah dan PPh Pasal 22 impor oleh Ditjen Bea dan Cukai
1.4 Menjelaskan kelebihan dan kekurangan withholding tax
Kelebihan dan kekurangan mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pemerintah sebagai otoritas perpajakan dan sisi wajib pajak. Keduanya tentunya sangat bertentangan satu sama lain karena perbedaan kepentingan. Dapat terjadi kelebihan di suatu sisi, menjadi kekurangan di sisi yang lain. Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak dibandingkan dengan sistem pemungutan yang lain adalah:
a. Kelebihan :
- Ketepatan waktu penyetoran.
- Kemudahan
- Kesederhanaan
- Biaya Pemungutan pajak yang lebih murah.
b. Kelemahan:
- mempengaruhi cashflow Wajib Pajak
- menambah beban adminisitrasi wajib pajak
- menambah beban biaya wajib pajak
- Resiko hukum atas kepatuhan wajib pajak
Pemotongan dan pemungutan pajak dilakukan pada suatu saat dimana pajak dinyatakan terutang. Saat yang tepat untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak adalah pada saat pendapatan tersebut diterima atau diperoleh. Secara umum Pajak Penghasilan terutang pada suatu tahun pajak, sehingga jumlah penghasilan yang terakumulasi pada suatu tahun pajak merupakan dasar untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Dengan ditetapkannya pajak terutang pada suatu saat yaitu pada saat dianggap berpotensi timbulnya penghasilan, maka sistem witholding ini akan memaksa wajib pajak melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan hingga akhir tahun pajak.
Dari sisi pemerintah, hal ini akan membantu menjaga cashflow keuangan pemerintah, tanpa harus menunggu pada akhir tahun pajak. Mengingat kebutuhan pembiayaan pemerintah juga berlangsung selama tahun berjalan. Mekanisme witholding system ini sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam tahun berjalan.
Dari sisi subjek pajak, witholding system memaksa subjek pajak untuk melakukan penyetoran pajak tanpa menunggu perhitungan pada akhir tahun pajak. Pajak-pajak yang telah dipotong atau dipungut dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan pada akhir tahun pajak, kecuali jika pemotongan dan pemungutannya bersifat final. Cashflow wajib pajak akan terpakai sebelum jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak diketahui. Bahkan akibat pemotongan dan pemungutan pajak dapat terjadi lebih bayar apabila jumlah pajak terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari jumlah yang dibayar dan dipotong atau dipungut pihak lain.
Wajib pajak pemotong dan pemungut, relatif tidak terlalu terganggu secara cashflow, bahkan ada kemungkinan wajib pajak pemotong dan pemungut diuntungkan secara cashflow, karena perbedaan waktu antara saat terutang pajak, saat dilakukan pemotongan atau pemungutan dan saat penyetoran pajak terutang adalah berbeda. Selisih jangka waktu ini tidak membebani karena biasanya pajak terutang dipotong atau dipungut terlebih dahulu, baru kemudian pada saat yang ditentukan disetorkan ke kas negara.
Witholding tax system akan membawa kemudahan bagi administrasi perpajakan pihak otoritas perpajakan. Dengan adanya Witholding tax system maka tugas administrasi pengawasan yang seharusnya dilakukan kepada para subjek pajak penerima penghasilan, maka cukup dilakukan pengawasan kepada wajib pajak yang ditunjuk sebagai witholder atau pemotong/pemungut pajak. Misalnya dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 akan lebih mudah melakukan administrasi pengawasan kepada pemberi kerja dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para karyawan penerima penghasilan. Contoh lain dalam hal pembagian dividen, mengawasi Wajib Pajak yang melakukan pemotongan pajak atas dividen akan lebih sederhana dan mudah dibandingkan dengan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan para penerima dividen, yang mungkin berjumlah sangat banyak.
Namun demikian kemudahan dan kesederhanaan bagi otoritas perpajakan akan menjadi beban tambahan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak. Beban bagi wajib pajak bukan hanya beban administrasi, melainkan juga beban biaya dan risiko hukum yang mungkin timbul akibat kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak. Beban administrasi timbul karena wajib pajak pemotong dan pemungut pajak berkewajiban melakukan pembukuan atas pemotongan dan pemungutan, membuat bukti potong, melakukan perhitungan pajak terutang, melakukan pemotongan dan melakukan penyetoran, serta membuat Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Bagi Subjek pajak yang dipotong pajak, witholding system memudahkan secara administrasi. Beban administrasi sebagian telah diambil alih oleh Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut Pajak. Subjek pajak memperhitungkan pajak yang telah dipotong dan dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dalam SPT Tahunan.
Risiko hukum bagi wajib pajak pemotong atau pemungut pajak dapat timbul jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan kewajiban pemotongan atau pemungutan, baik karena kealphaan atau ketidaksengajaan maupun kesengajaan atau karena sebab lainnya. Sanksi perpajakan dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
REFERENSI :
a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.
b. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MENJADI UNDANG-UNDANG
c. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI.
d. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12682-pemotongan-dan-pemungutan-pajak-penghasilan, akses 03 April 2016
e. Oasis Pemotongan-Pemungutan PPh
Download File PPT Di sini
ibu saya mau tanya dong,,
BalasHapusperhitungan yang ada di ppt tentang pph final..
itu memangnya termasuk dalam withholding tax atau bagaimana ya?
terima kasih