Senin, 04 April 2016

Praktikum Perpajakan -1 : Pengantar Praktikum Perpajakan .



DESKRIPSI MATERI
PERTEMUAN KE- 1 : Pengantar Praktikum Perpajakan
Mata Kuliah : Praktikum Perpajakan
Dosen Pengampu: Wiwit Irawati, S.E.

PENGANTAR:
Mata Kuliah Praktikum Perpajakan adalah kelanjutan dari mata kuliah Perpajakan 1 dan perpajakan 2 yang sudah dipelajari pada semester sebelumnya. Mata kuliah ini membahas bagaimana wajib pajak melakukan kewajiban pelaporan pajaknya  dengan menggunakan formulir SPT sesuai dengan  peraturan yang berlaku.
Fokus pertemuan ke-1 ini adalah pada ruang lingkup mata kuliah Praktikum Perpajakan yakni pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.

TUJUAN PERKULIAHAN:
Setelah mempelajari materi pertemuan ke-1 , mahasiswa mampu:
1.      Menjelaskan dasar hukum pelaporan SPT Tahunan dan Masa
2.      Menjelaskan Jenis, Bentuk, dan Isi SPT
3.      Menjelaskan Batas Waktu Penyampaian  SPT
4.       Menjelaskan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan
5.      Menjelaskan Sanksi Administrasi atas Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT
6.      Menjelaskan SPT Dianggap Tidak Disampaikan
7.      Menjelaskan Pembetulan SPT

URAIAN MATERI:

1.1           Dasar Hukum Pelaporan SPT Tahunan dan Masa

Dasar hukum pelaporan SPT Tahunan dan Masa  dimulai dari Undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang nomor  36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan kemudian diatur lebih lanjut peraturan-peraturan di bawah undang-undang seperti Peraturan Menteri Keuangan nomor  243/PMK.03/2014 tentang SPT, Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 14/PJ/2013 tentang tentang bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian surat pemberitahuan masa pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pasal 26 serta bentuk bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pasal 26 dan lain-lain.
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Untuk kebutuhan pelaporan inilah wajib pajak membutuhkan SPT (Surat Pemberitahuan)

1.2          Jenis, Bentuk, dan Isi SPT :

a.      Jenis SPT :
1)       SPT Tahunan PPh; dan
2)     SPT Masa yang terdiri dari :
a)     SPT Masa PPh;
b)     SPT Masa PPN; dan
c)      SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN
b.      Bentuk SPT :
1)       formulir kertas (hardcopy);
dapat diambil secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak dan
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2)     dokumen elektronik.
dapat diambil secara langsung oleh Wajib Pajak atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
c.       Isi SPT :
1)       SPT paling sedikit memuat :
a)     jenis pajak;
b)     nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c)      Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
d)     tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
2)     SPT Tahunan PPh, selain berisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memuat data mengenai:
a)     jumlah a. peredaran usaha;
b)     jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
c)      jumlah Penghasilan Kena Pajak;
d)     jumlah pajak yang terutang;
e)     jumlah kredit pajak;
f)       jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
g)     jumlah harta dan kewajiban;
h)     tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; dan
i)       data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
3)      SPT Masa PPh, selain berisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memuat data mengenai:
a)     jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar;
b)     tanggal pembayaran atau penyetoran; dan
c)      data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak
4)     SPT Masa PPN, selain berisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memuat data mengenai:
a)     jumlah penyerahan;
b)     jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
c)      jumlah Pajak Keluaran;
d)     jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
e)     jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
f)       tanggal penyetoran; dan
g)     data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
5)     SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN, selain berisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga memuat data mengenai:
a)     jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
b)     jumlah pajak yang dipungut;
c)      jumlah pajak yang disetor;
d)     tanggal pemungutan;
e)     tanggal penyetoran; dan
f)       data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
SPT terdiri dari SPT induk dan lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tetapi untuk Wajib Pajak tertentu dikecualikan dari ketentuan ini, SPT juga  harus dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
SPT baik  formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik,harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
a.    benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b.   lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Bukti-bukti yang harus dilampirkan dalam SPT
1)       WP pembukuan , LK berupa Neraca dan Lap. Laba Rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
2)     WP norma perhitungan , perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak ybs
3)      SPT Masa PPN, sekurang-kurangnya memuat jumlah DPP, Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan/kelebihan pajak.

c.         jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
SPT harus diisi secara benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia, dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatanganinya , untuk kemudian disampaiakan ke kantor DJP tempat WP terdaftar, atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP.
WP boleh menggunakan mata uang selain Rupiah dan bahasa asing untuk menyelenggarakan pembukuannya setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan, wajib menyampaikan SPTnya tetap dalam bahasa Indonesia dan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan
Penanda tanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

1.3          Batas Waktu Penyampaian  SPT

SPT wajib disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditetapkan olehDirektur Jenderal Pajak melalui:
a.      secara langsung;
b.      melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c.       dengan cara lain, yakni :
1)       perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
2)     saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
Atas penyampaian SPT tersebut  diberikan bukti penerimaan. Bukti pengiriman surat dianggap sebagai bukti penerimaan sepanjang SPT tersebut lengkap dan tanggal pengiriman surat yang tercantum dalam bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanggal penerimaan.
Batas waktu penyampaian SPT adalah sebagai berikut :
(1)           Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(2)         Wajib Pajak badan wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(3)          Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib melaporkan:
(4)         Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tetap berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
(5)         Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.
(6)         Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(7)         Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(8)         Bendahara wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(9)         Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak, PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan PPN kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(10)      Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(11)        Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, wajib menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
(12)       Pemungut Pajak PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
(13)       Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(14)      Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang telah disetor, dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
(15)       Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
(16)      Hari libur sebagaimana dimaksud adalah hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional.

1.4           Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan yang disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk dokumen elektronik.
Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan melalui:
a.        secara langsung;
b.        melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c.         dengan cara lain, yakni :
1)    Aperusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
2)   saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi

1.5          Sanksi Administrasi atas Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT

Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP, kecuali :
a.      Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b.      Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c.       Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d.      Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e.      Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.        Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g.      Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
h.      Wajib Pajak lain, yakni Wajib Pajak yang tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang telah ditentukan yang dilakukan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak karena:
1)         kerusuhan massal;
2)        kebakaran;
3)        ledakan bom atau aksi terorisme;
4)       perang antarsuku;
5)        kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara atau perpajakan; atau
6)       keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
Sanksi terlambat lapor SPT
a.    SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),
b.   SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
c.    SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah),
d.   SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a.    tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.   menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun
Pemerintah membebaskan kewajiban untuk menyampaikan SPT PPh bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan Tertentu, yakni :
a.    Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang PPh; dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
b.   Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.

1.6         SPT Dianggap Tidak Disampaikan

SPT dianggap tidak disampaikan apabila :
a.      SPT tidak ditandatangani
b.      SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan
c.       SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau
d.      SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan, melakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dimulai pada:
1)       tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk pemeriksaan lapangan; atau
2)     tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak seharusnya datang memenuhi panggilan sesuai dengan tanggal yang ditentukan dalam Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
Pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dimulai pada tanggal surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak,
wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan mengenai pemeriksaan bukti permulaan.

1.7          Pembetulan SPT

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT.dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan:
a.      penyampaian surat pemberitahuan hasil Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak;
b.   penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak; atau
c.       penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
 Dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Contoh soal :
Contoh soal perhitungan, jika WP tidak Pembetulan sendiri SPT Tahunan, setelah lewat 3 bulan setelah menerima SKP :

REFERENSI :
a.        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.
b.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MENJADI UNDANG-UNDANG
c.          PER- 53/PJ/2009 BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2), SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 15, PASAL 22, PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTANNYA.
d.         PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
e.          PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)



Download File PPT di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar